Sebuah kesombongan apabila seorang pemimpin merancang sendiri rencana pembangunan daerahnya tanpa bertanya terlebih dahulu pada rakyatnya, apa sebenarnya yang mereka butuhkan dan inginkan dalam pembangunan. Bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memulai kerja dari apa yang diinginkan oleh rakyat, apa yang dimiliki dan apa yang bisa dikerjakan bersama-sama dengan rakyat. Maka penguasa yang zalim adalah penguasa yang asyik memperkaya diri dan kroninya diatas penderitaan rakyat tanpa terfikir sedikitpun bagaimana caranya mengelola pemerintahan sebagai bagian dari amanah yang telah diletakkan dipundaknya.
Sudirman alias Haji Uma memulai kariernya sebagai akting pada era reformasi tahun 1998 di Aceh. Sempat berkarir sebagai wartawan radio dan media cetak serta juga seorang sudirman sering di sapa Haji Uma dalam perannya di film Eumpang Breuh, berjiwa besar, demokratisasi, Hak Azasi Manusia dan Good Governance. Paska perdamaian Aceh Sudirman bergabung dengan Partai Aceh (PA) tahun 2007 dan dipercaya sebagai bakal calon Dewan Pimpian Daerah. Sementara dalam bidang profesional Sudirman Haji Uma merupakan Peneliti tetap pada sebuah lembaga dakwah,hukum dan budaya sejak tahun 2006 sampai sekarang.
Saya lahir di desa Puntuet termasuk dalam wilayah Kota Lhokseumawe tepatnya pada tanggal 10 November 1974. Ibu saya adalah seorang petani dan ayah saya seorang petani berasal dari desa alue awe kecamata muara dua Provinsi Aceh. Saya dibesarkan dalam keluarga terbatas secara ekonomi namun kaya dengan prinsip-prinsip kasih sayang dan prinsip-prinsip hidup. Ayah dan Ibu saya merupakan orang tua yang sangat menekankan pendidikan agama dan pendidikan umum bagi putra-putrinya. Kami di didik dengan disiplin tinggi dan senantiasa ditanamkan nilai-nilai kejujuran serta kepatriotan dalam hidup. Ayah saya yang seorang tokoh masyarakat menjadi contoh paling nyata sebagai figure yang jujur, karena beliau tidak pernah mau terlibat dalam praktek-praktek penyalah gunaan wewenang, terbukti sampai sekarang, anak-anaknya hidup dalam kondisi pas-pasan hanya dengan gaji yang seberapa, kalaupun ada rumah dan sepetak kebun itu sepenuhnya pemberian dari kakek pihak ibu saya.
Pendidikan SD saya selesaikan di SD N Pante Blang Ara, selanjutnya sekolah menengah dan atas saya selesaikan di Kabupaten Bireuen. Kegiatan diluar sebagai actor film, juga pendakwah, dan pegiat sosial ditambah nilai-nilai dasar tentang kejujuran dan patriotisme yang ditanamkan orang tua, mempengaruhi sikap dan pilihan hidup saya. Ditambah pula dengan kenyataan sosial yang saya lihat dimana ketimpangan yang sangat kentara antara si kaya dan si miskin, tidak ada keadilan dimata hukum serta kehidupan demokrasi yang masih labil. Kondisi tersebut membentuk saya menjadi pribadi yang selalu resah membayangkan masa depan masyarakat saya, terutama nasib seluruh Rakyat Aceh terutama yang ada di kampong kelahiran saya, maupun di Kota Lhokseumawe dan sekitarnya.
Pengalaman pahit selama konflik di Aceh merupakan pelajaran yang juga sangat penting buat saya, bahwa kerentanan ekonomi akan dapat membawa orang pada perang yang tak berkesudahan. Kemiskinan bisa membuat orang jadi cepat marah, gampang terprovokasi dan kehilangan akal sehat. Kemiskinan pula menjadi punca kebodohan bahkan kekafiran. Rantai kemiskinan harus diputus dengan meningkatkan pendidikan masyarakat, membuka akses modal untuk usaha kecil menengah dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan terwujudnya ketiga strategi ini Insya Allah dalam waktu lima tahun kedepan masyarakat Aceh umumnya akan mengalami peningkatan taraf kehidupan.
Saya juga prihatin pada nasib perempuan tua, kaum muda dan anak-anak di Aceh, Provinsi juga taktertinggal Kabupaten yang ada di Aceh ini merupakan dengan kesejahteraan yang rendah, dimana angka kematian ibu dan anak berada di atas angka nasional. Aceh juga merupakan daerah yang ada di Kabupaten-Kabupaten dengan angka KDRT yang paling tinggi di Aceh, termasuk pelecehan seksual pada anak. Selain itu sebagai wilayah paska konflik Aceh juga mencatat jumlah janda dan anak yatim korban konflik yang belum tersentuh pemberdayaan oleh Pemerintah.
Dilain sisi saya melihat dikabupaten yang berada pada Provinsi Aceh adalah Kabupaten yang sangat potensial dalam SDA dan SDM nya. Hal ini dapat dilihat dari hasil bumi seperti kopi dan holtikulturanya, pemandangan alam yang asli serta potensi, budaya bangsa, seni, juga lainnya yang masih belum optimal diberdayakan. Secara cultural masyarakat yang mendiami Aceh adalah masyarakat yang ulet dan memiliki etos kerja tinggi, kemiskinan yang terjadi di Aceh dikarenakan Pemerintahan selama ini belum mampu melahirkan strategi yang tepat dalam membangun Aceh kini. Untuk itu saya bertekad untuk membawa angin perubahan di Provinsi Aceh. Saya bersama-sama segenap Pemerintahan dan lapisan masyarakat bertekad nantinya akan membangun Aceh menjadi Kabupaten-Kabupaten idaman, pembangunan yang adil dan merata.
Semua harkat martabat orang Aceh ( Ureung Aceh ), yang berdasarkan pada butir – butir MOU Helsinki, MOU ini terkesan seperti kata pepatah “Lage Parang Tamat Bak Mata” artinya kita belum memegang di gagangnya malah masih di ujung pedang, biasnya butir butir MOU tidak bisa berjalan seperti perjanjian atau jalan di tempat, nah dengan ini masyarakat sudah haus dengan akan nikmatnya MOU tapi malah kemarau yang berkepanjangan. “Saya ingin memperjuangkan hak- hak Aceh yang selama ini belum terpenuhi, seperti apa yang telah dijanjikan dalam MoU Helsinki, maupun UUPA,” satu hal lagi mengenai wilayah atau kabupaten yang ada di Aceh janganlah terkotak-kotak atau berpecah belah, baik itu selatan, barat dan tengah semua itu adalah satu tujuan juga satu darah yaitu satu kepemimpinan, ibarat kata petuah Aceh “sapu kheun sapu pakat san sineusap meu adoe a” ( satu kata dan perbuatan kita semua satu saudara ), “meunyo bak peu groub leu so, oh troh bak moe tingai sidroe” ( maknanya kalau yang membuat profokasi itu banyak orangnya, tapi waktu saat menagis Cuma sendiri ). Disaat kita terjatuh orang bertepuk tanggan, maka dengan ini saya tidak mengiginkan terjadi di masyarakat kita Aceh yang sangat kita banggakan.kata Haji Uma.
Ujar Haji Uma dengan matanya berkaca-kaca disaat media ini mewawancarainya. Saya memimpikan Aceh menjadi layaknya negara–negara lain yang cukup menghidupi negaranya hanya dari perdagangan juga di segi keislamanya. Pelajaran penting tentang bagaimana pemerintah menjalankan pembangunan yang partisipatif, efisien dan tepat sasaran. Jalan-jalan yang dibangun sangat luas dan lancar, lahan pertanian terbentang luas, daerah pariwisata yang dikelola secara profesional, transportasi publik efektif dan aman, pelayanan kesehatan gratis yang prima, serta fasilitas pendidikan, juga budaya cukup kental yang terintegral dengan isu-isu pembangunan.
Memang tidaklah mudah mewujudkan cita-cita diatas, tetapi saya yakin bahwa segala sesuatu yang besar itu bermula dari sebuah mimpi yang besar pula, seperti kata hadist “Innama A’malu bin niat”, sesungguhnya segala sesuatu perbuatan itu di awali dengan niat.
Masyarakat meragukan angka yang menunjukkan turunnya angka kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah, kalaupun ada peningkatan kesejahteraan tidak sepenuhnya karena program pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dianggap belum optimal membangun daerah ini, sebaliknya justru banyak kebijakan pemerintah yang justru berakibat negative terhadap jalannya pembangunan di Aceh serta menghambat meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Sudirman, dalam hal ini menyatakan sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional, serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembangunan sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem bikameral. Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI, khususnya di Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain memperhatikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang bersifat akademis, dengan mempelajari sistem pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain khususnya di negara yang menganut paham demokrasi.
Dalam proses pembahasan tersebut. Sudirman Haji Umar memberi paparan bahwa berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga budaya Aceh, keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan serasi. Gagasan dasar pencalonan diri DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut berangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional. Dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
Profil ini di beri Judul “Derap Langkah Membangun Negeri, Untukmu Aceh”, adalah persembahan awal yang bisa jadi masih sangat banyak mengandung kekurangan, berisikan buah fikir dan semangat dalam ikut serta membangun mimpi rakyat Aceh dan akan bersama-sama mewujudkannya.
Profil ini berisikan situasi terakhir kabupaten-kabupaten yang ada di Aceh, bagaimana pembangunan berjalan, segala capaian dan tantangan yang dihadapi serta hal-hal apa saja yang masih menjadi ganjalan besar dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Disini juga di ulas potensi yang dimiliki oleh Aceh secara social politik ekonomi dan potensi alamnya yang luar biasa. Dipaparkan bagaimana peluang-peluang itu sedapatnya di rebut dan diubah menjadi energy alternative bagi pembangunan yang ada di Aceh dimasa yang akan datang. Tak lupa pula di ulas bagaimana strategi pengelolaan keuangan daerah yang menjamin transparansi dan akuntabilitas publik sebagai syarat utama terciptanya negeri yang makmur dan sejahtera.
Diakhir nanti ditemui berbagai rencana pembangunan disegala bidang pembangunan, dan pengelompokan berdasarkan kekuatan dan kelemahan, tantangan dan peluang yang akhirnya memunculkan sebuah strategi pembangunan di Aceh ini jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Demikianlah pendahuluan profil calon anggota DPD RI ini, semoga apa yang dipaparkan dalam dokumen ini akan sangat bermanfaat buat kemajuan Aceh dan menjadi acuan masyarakat dalam mengontrol pemerintahan dimasa yang akan datang. editor saumi
byatjeh national post.
byatjeh national post.
0 Response to "Akankah Haji Umar membawa parang ke senayan: Derap Langkah Membangun Negeri Untukmu Aceh..!"
Posting Komentar